Rabu, 04 Juli 2018

Perbedaan Sistem Akuntansi Keuangan dan Sistem Akuntansi Manajemen

Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen bisa dibilang hampir-hampir sama, namun seringkali Akuntansi Manajemen ini sering diremehkan padahal dampaknya cukup luas dalam pengelolaan keuangan dan pembukuan perusahaan yang sehat.


Bisa Anda lihat pada lowongan pekerjaan, banyak sekali perusahaan yang membutuhkan bagian Accounting atau kaitannya yang erat sekali dengan Accounting. Jarang ada yang membutuhkan Cost Accounting apalagi Management Accounting. Hal ini membuktikan bahwa Management Accounting masih bisa dibilang kurang peminatnya padahal hal tersebut bisa fatal.



Contoh nyata, saya pernah bekerja di perusahaan manufaktur di bidang plastik kemasan. Bahan bakunya impor menggunakan mata uang dollar. Namanya mata uang pasti sering fluktuatif, sehingga perubahan HPP sebaiknya dilakukan dalam frekuensi yang cukup sering. Kebijakan perusahaan sepertinya menentang hal tersebut, karena dianggap membuang uang untuk menghadirkan karyawan baru untuk mengurusi hal tersebut. Setelah beberapa bulan saya mencoba iseng menghitung cost dari setiap barang karena ada implementasi program baru (SAP). Setelah berhasil mengumpulkan data dari berbagai sumber, saya mulai menghitung cost tersebut masing-masing barang. Hasilnya mengejutkan karena selama ini perusahaan menjual dengan margin yang tipis, antara harga jual dan harga pokok barang. Menurut saya hal tersebut bukan sebuah hal yang aneh karena selama ini Wakil Direktur hanya menghitung dan memperbaharui harga pokok setahun sekali.
Inilah penyebab sebuah keanehan bagi Pak Direktur, "omset naik kok untungnya ga naik? Uang masuk juga agak macet". Alhasil bonus dan THR dan karyawan agak terganggu, bahkan ada beberapa yang THRnya di undur. Saya analisis lebih mendalam pun ternyata omset memang naik 10% namun, kok labanya makin tipis?

Cerita di atas hanya dilihat dari sisi perhitungan costing saja, belum lagi hal-hal lainnya, toh Accounting Management tidak hanya menghitung cost saja. Saya secara pribadi sudah bicarakan ke atasan, namun atasan tetap teguh pada pendiriannya (tidak mau tambah karyawan). Ya sudah lah, namanya juga terserah yang punya duit, saya pun tidak ikut campur.

Perhitungan yang dilakukan Pak Wakil Direktur datanya bersumber dari laporan Akuntansi Keuangan per periode, itu pun proses perhitungannya saya sangat yakin menggunakan Metode Tradisional, bukan metode Activity Based Cost, alhasil pastinya banyak harga pokok produk yang melenceng dari harga pokok yang sebenarnya.

Itu adalah contoh kasus, nah mari sekarang kita lihat teorinya, saya melihat Modul IAI 2016 Akuntansi Manajemen Lanjutan, di sana ditulis penyebab sistem Akuntansi Keuangan dan sistem Akuntansi Manajemen tidak bisa disatukan :
  1. Sistem Akuntansi Keuangan dirancang untuk menghasilkan Laporan Keuangan perusahaan secara keseluruhan.
    Pak Wakil Direktur tentu saja mengambil semua data historis produksi untuk menghitung harga pokok. Contohnya biaya listrik, padahal pemakaian listrik tidak hanya pada mesin saja, menyalakan AC di ruang lobby pun pakai listrik tapi tidak ada kaitannya dengan produksi. Mungkin jika hanya satu AC tidak masalah, tapi bagaimana jika 20 AC ditambah komputer, mesin fotokopi, dan lainnya? Tentu cost produk bisa melenceng jauh.
  2. Waktu pelaporan Sistem Akuntansi Keuangan terlalu lama
    Karena produksi di perusahaan ini 24 jam dan pembeliannya impor (menggunakan mata uang asing), tentu pembaharuan harga setahun sekali luar biasa ajaib. Per bulan saja sudah cukup lama, ini kok per tahun. Tapi mau bagaimana lagi, tidak punya divisi khusus untuk divisi tersebut.
  3. Sistem Akuntansi Keuangan melaporkan sesuatu yang sudah terjadi.
    Sama dengan poin nomor 2, Pak Wakil Direktur menggunakan laporan final dari divisi Keuangan.
  4. Penyusunan Laporan Akuntansi Keuangan menggunakan asumsi yang berbeda.
    Maksudnya adalah LK menggunakan full costing di mana biaya tetap, variabel, dan semi-variabel dicampur-campur sehingga informasi rancu. Berbeda dengan laporan Akuntansi Manajemen di mana biaya tetap, variabel, dan semi-variabel dipisahkan untuk perhitungan cost. Tidak hanya semata-mata menghitung cost saja, biaya ini juga bisa dipelajari untuk ditekan dan juga bisa menjadikan proyeksi produksi di masa depan guna menambah akurasi dalam pembuatan anggaran.
Dalam modul ini ditulis juga soal Tahap Pengembangan Sistem Akuntansi Perusahaan oleh Kaplan dan Cooper (1990). Tahapan ini dibagi menjadi
1. Tahap Pertama
Tahap belum sempurna, biasanya perusahaan yang baru dibuat atau peralihan dari home industry menjadi perusahaan berbadan hukum.
2. Tahap Kedua, tahap penekanan informasi keuangan, di mana perusahaan belum memiliki sistem informasi akuntansi manajemen. Seperti kasus di atas Pak Direktur sepertinya tidak mau "buang-buang uang" terlalu banyak.
3. Tahap Ketiga, pemisahan antar sistem, membuat Akuntansi Manajemen dan Akuntasi Keuangan menjadi sistem terpisah.
4. Tahap Keempat, tahap integrasi di mana kedua sistem berpadu namun menghasilkan informasi masing-masing.

Lalu perusahaan di tempat saya bekerja di masa lalu ada di mana? Tentunya di tahap kedua, di mana Pak DIrektur tidak mau menambah karyawan walaupun sudah saya jelaskan apa fungsi dan dampaknya. Tapi maklum saja, Pak Direktur ini orang mesin, kerjaan cuma lihat mesin dan produk.

Bisa saya sampaikan kepada junior-junior, jika ingin pendalaman pada Akuntansi Manajemen perlu saya peringatkan jika di Indonesia agak sulit berpikir terbuka. Hanya mereka perusahaan-perusahaan multinasional atau yang sudah go public yang menganggap Akuntansi Manajemen itu penting. Tapi bukan berarti semua perusahaan menengah bawah tidak mengedepankan Akuntansi Manajemen, ada beberapa perusahaan yang cara berpikirnya sudah terbuka dan mau maju menghadapi persaingan.

Sekian sharing dari saya mengenai fungsi Akuntansi Manajemen berdasarkan pengalaman kerja saya. Jika ingin berpendapat boleh tulis komen di bawah. Terima Kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar